
1. Nur Muhammad saw
Ada sebuah hadits Qudsi yang sangat popular berbicara tentang keistimewaan Nabi Muhammad saw, hadis ini menuturkan bahwa sekiranya bukan karena Nabi Muhammad saw, maka Allah swt tidak akan menciptakan jagad raya ini. Yang dikenal dengan sebutan al-haqiqah al-Muhammadiyah (hakikat Muhammad).
Riwayat al-farisi ra, ketika ia berada disuatu tempat bersama Rasulullah tiba-tiba datang lelaki badui yang berwatak keras. Tidak ber alas kaki mengucapkan salam dan bertanya kepada Rasulullah “ mana diantara kalian yang bernama Muhammad rasulullah” Nabi saw menjawab “saya”. Lalu Orang badui itu berkata lagi “ saya telah beriman kepadamu sebelum saya melihat kamu, saya juga mencintai kamu sebelum saya bertemu denganmu, dan saya juga membenarkan kamu sebelum saya melihat wajahmu. Hanya saja saya ingin bertanya kepadamu tentang beberapa hal.”
“silahkan bertanya apa yang kamu kehendaki” sambut Rasulullah.
“Bukankah Allah telah berfirman langsung kepada Nabi Musa as ?” orang badui itu memulai pertanyaannya.
“benar” jawab Rasulullah
“dan Allah Juga telah menciptakan Nabi Isa dari Ruhul Qudus?.
“ya Benar” Tukas Rasulullah
“bukankah Allah telah menjadikan Nabi Ibrahim sebagai kekasih-Nya dan Nabi Adam menjadi pilihan-Nya”
“ya Benar” jawab Rasulullah
“jika demikian, apakah keistimewaan kamu”
Atas pertanyaan terakhir ini, Rasulullah tidak segera menjawab, melainkan justru menundukkan kepala. Dan pada saat itu malaikat Jibril turun seketika kepada Rasulullah seraya berkata “ Allah mengucapkan salam kepadamu, Dia menanyakan kamu tentang hal-hal dimana dia lebih tahu daripada kamu. Kenapa kamu menunduk, angkatlah kepalamu dan jawablah kepada orang badui itu”
“apa yang dapat aku katakana kepadanya, wahai jibril.?” Tanya Rasulullah
“Allah Bekata” pesan Jibril
“apabila Ibrahim sebagai kekasih-Ku, maka sebelumnya Aku telah menjadikan kamu sebagai Kesayangan-Ku, Apabila Aku telah berfirman langsung kepada Musa di bumi, maka aku telah berbicara kepada kamu, dan kamu bersama-Ku di langit, langit tentu lebih utama daripada bumi. Apabila Aku telah menciptakan Isa dari Ruhul Qudus, maka aku telah menciptakan namamu dua ribu tahun sebelum aku menciptakan kamu, Di langit aku telah menyiapkan tempat yang tidak pernah disentuh oleh orang lain dan tidak akan disentuh oleh siapapun selain kamu. Apabila Aku telah memilih Adam maka Aku telah menjadikan kamu sebagai Pamungkas Para Nabi. Aku telah ciptakan seratus dua puluh empat Nabi, dan aku tidak menciptakan mahluk yang lebih mulia dari pada kamu. Aku telah memberikan kamu al-haudh (telaga di Akhirat), syafaat, unta, tongkat besar, Hajji, Umrah, Al-Quran, Keutamaan bulan Ramadhan, dan syafaat seluruhnya untuk kamu, sampai naungan Arsy-Ku pada hari kiamat memanjang diatas kepalamu dan mahkota kerajaan (pada hari itu) bertengger dikepalamu. Aku juga selalu membersamakan namamu dengan nama-Ku, sehingga tidak pernah Aku disebut kecuali disebut pula namamu”
“Aku juga menciptakan dunia dan penghuninya untuk Kuperkenalkan kepada mereka tentang Karamah (kehormatan) dan kedudukan kamu disisi-Ku. Dan seandainya bukan karena kamu, wahai Muhammad Aku tidak akan menciptakan dunia ini “
Realitas Gaib dan bersifat ruhani ini, yang kemudian disebut para sufi sebagai Nur Muhammad, terdapat pula dalam hadis dimana Rasulullah pernah bersabda bahwa yang mula-mula diciptakan oleh Allah swt adalah Ruh Muhammad. Ia diciptakan dari cahaya (Nur) Ketuhanan. Demikian pula menurut Syaikh Abdul Qadir al-jailani, Nur Muhammad inilah yang paling awal dijadikan Allah, karena itu ada yang mengatakan bahwa beliau adalah pendamping Allah, maksudnya, kemuliaan Nabi Muhammad saw disisi Allah akan menjadikan ummatnya dimuliakan juga oleh Allah swt, karena itu pula Nabi Musa as memohon kepada Allah swt agar dijadikan salah seorang dari ummat Muhammad saw.
Hadis riwayat Jabir ra. Dikisahkan bahwa beliau pernah bertanya kepada Rasulullah saw “Demi ayah dan ibuku, beritahukanlah kepadaku tentang awal penciptaan Tuhan sebelum benda-benda diciptakan”
Rasulullah menjawab “ Wahai Jabir. Sesungguhnya sejak awal Allah telah menciptakan Nur atau Cahaya Nabimu dari Cahaya-Nya sebelum menciptakan yang lainnya”
Dari keterangan diatas, kiranya cukuplah bagi kita untuk menerima dan memahami bahwa Nur Muhammad saw merupakan mahluk yang pertama kali diciptakan, kelahiran Nur atau ruh Muhammad ini lalu diikuti dengan penciptaan mahluk-mahluk lainya serta Arsy-Nya. Peristiwa ini menurut Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani berlaku menurut kehendak Allah dan Masyiah-Nya. Lalu Allah menurunkan Ruh atau mahluk-mahluk lain keperingkat yang paling rendah yaitu alam ajsam atau alam kebendaan yang kongkrit dan nyata, Allah swt berfirman : “kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya” (at-tin[95]:5)
Allah turunkan Nur itu dari tempat asal kejadiannya, yaitu alam Lahut (alam ketuhanan) kea lam Asma Allah (nama-nama Allah), yaitu alam penciptaan sifat-sifat Allah atau alam akal Ruh semesta.
Dari alam Asma Allah ruh-ruh itu lalu turun ke alam Malakut (malaikat), lalu diturunkan ke alam ajsam alam kebendaan yang terdiri dari unsur api,air,angin (udara) dan Tanah maka ruh itu dibentuk dengan diberi badan yang terdiri dari darah, daging, tulang urat dan sebagainya.
Selain itu ayat Al-Quran yang menegaskan bahwa Ruh diciptakan lebih dahulu dari pada badan adalah :
“ sesungguhnya kami telah menciptakan kalian, lalu kami bentuk tubuh kalian kemudian kami katakana kepada malaikat , bersujudlah kalian kepada adam, maka merekapun bersujud” (al-Araf[7]:11)
Juga sebagai mana sabda Rasulullah dalam Hadistnya bahwa :
“Adam adalah bapaknya semua tubuh (jasad), sedangkan Aku (Muhammad) adalah bapaknya semua Ruh”
Jadi pada dasarnya semua ruh diciptakan dari cahaya Nur Muhammad saw, sebab ruh Nabi Muhammad adalah awal dari segala Ruh. Ruh Nabi Muhammad saw adalah permulaan dari segala sesuatu yang diciptakan Allah dan yang pertama kali yang berhubungan dengan-Nya
2. Sejarah penciptaan Nabi Adam
Dalam kitab tafsir Abu Malik ra dan Abu shalih ra, dikatakan bahwa setelah Allah swt selesai menciptakan apa yang disukai-Nya, maka Dia berdiri diatas Arsy, dan menjadikan Iblis sebagai penguasa dilangit dunia. Iblis dengan kewenangannya juga berperan sebagai penjaga. Tetapi kemudian didalam hatinya terlintas sesuatu sehingga hatinya berkata, “Allah tidak memberi aku kekuasaan ini melainkan karena kelebihan yang kumiliki.” Karena kesombongan itu diketahui Allah, maka Allah swt berfirman kepada para malaikat “Sesungguhnya Aku Hendak menciptakan seseorang khalifa dimuka bumi ini.”
Para malaikat bertanya, “wahai Rabb kami, bagaimana keadaan khalifa itu dan apa yang akan mereka lakukan dimuka bumi ini” Allah swt menjawab: “Dia memiliki anak keturunan yang akan berbuat kerusakan dibumi, saling mendengki dan sebagian membunuh sebagian yang lain”
Malaikat menjawab “ mengapa engkau hendak menjadikan dimuka bumi ini orang yang akan merusak kepadanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih memuji-Mu dan mensucikan Engkau”
Allah swt berfirman “sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui” (maksudnya tentang keadaa hati Iblis).
Maka Allah swt mengutus Jibril ke bumi untuk mengambil tanah dari bumi, namun bumi berkata “aku berlindung kepada Allah dari perbuatanmu yang hendak mengambil sebagian tanahku.” Jibri kembali menghadap Allah dan tidak jadi mengambil tanah seraya berkata “ wahai Rabbi, tanah itu berlindung kepada-Mu, maka akupun melindunginya”
Lalu Allah swt mengutus malaikat Mikail, namun tanah kembali belindung dari perbuatan Mikail, maka mikail melindunginya.
Lalu Allah swt mengutus malaikat pencabut nyawa, kembali tanah berlindung. Tetapi malaikat pencabut nyawa berkata, “ Aku Juga berlindung kepada Allah untuk kembali kepadan-Nya tampa melaksanakan perintah-Nya.”
Maka sang malaikat pun mencabut dan mengambil tanah dari permukaan bumi dan mencampurnya, Dia tidak mengambil dari satu tempat saja tetapi dia mengambil dari tanah yang berwarnah merah, putih dan hitam, karena itu anak keturunan Adam Lahir berbeda-beda. Tanah itu dibawa oleh Malaikat kehadapan Allah hingga tanah itu menjadi tanah liat yang lekat. Kemudian Allah berfirman kepada Malaikat :
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan dari tanah. Maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya dan kutiupkan kepadanya ruh-Ku, maka hendaklah kalian bersungkur dengan bersujud kepadanya.” (shad[38]:71-72)
Allah swt lalu menciptakan Adam dengan Tangan-Nya sendiri agar Iblis tidak menyombongkan diri dihadapan Allah swt dengan mengatakan “Engkau dapat menyombongkan dari pada apa yang Ku perbuat dengan tangan-Ku, sehingga Aku tidak dapat menyombong kepadanya”
Allah berfirman “ Aku menciptakan karena untuk suatu urusan” lalu Allah berfirman kemudian kepada para Malaikat “ janganlah kalian takut kepada orang ini, karena Rab kalian tempat meminta segala sesuatu dan orang ini sesuatu yang berongga. Jika kamu menguasainya maka ia akan binasa”
Ketika tiba waktu yang dikehendaki Allah untuk meniup ruh didalam jasad itu, maka Dia berfirman kepada para Malaikat ; “Jika Aku sudah meniupkan ruh-Ku didalamnya, hendaklah kalian bersujud kepadanya”
Ketika Allah meniupkan ruh kedalamnya dan ruh itu masuk ke kepalanya, maka ia bersin, para Malaikat berkata kepada Adam, ucapkanlah Alhamdulillah, maka adam mengucapkannya, Allah swt pun berfirman kepada adam “semoga Rabmu merahmatimu”
Ketika Ruh masuk kedalam matanya, maka dia melihat buah-buahan surga
Ketika Ruh masuk kedalam tubuhnya, maka dia menghendaki makanan sebelum ruh sampai ke kedua kakinya.
Setelah ruh sampai ke kedua kakinya, dia buru-buru menghampiri buah-buahan surga itu. Karena itulah Allah swt berfirman “Manusia itu dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa”. (al-anbiya[21]:37).
Allah swt Menjelaskan kepada para malaikat dalam firmannya :
“Aku menciptakan manusia dari tanah pilihan, tanah yang menerima cahaya keindahan dan keagungan-Ku dan bersifat dengan sifat-Ku, serta bercahaya dengan cahaya-Ku, kemudian kutiupkan Ruh-Ku kedalam dirinya, Kuhidupkan dia dengan Sifat Hidup-Ku, serta kuhidupkan dia dengan Ruh-Ku yang Zahir pada penampakan sifat jamal dan jalal-Ku. Oleh sebab itu, maka semua malaikat bersujud kepadanya kerena ia menjadi kiblat cahaya Ketuhanan-Ku serta tempat penampakan sifat dan Dzat-Ku”
3. Sejarah penciptaan Isa al-Masih
Dengan kehendak-Nya maka Allah swt telah menciptakan Nabi Isa as juga tanpa melalui peroses persetubuhan. Nabi Isa as lahir dari rahim seorang ibu, Maryam, yang tidak pernah melakukan hubungan suami istri.
Allah berfirman:
...sesungguhnya al-Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang di sampaikan-Nya kepada Maryam dan (dengan tiupan) ruh dari-Nya... (an-Nisa’ [4]: 171)
Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan Kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya, dan adalah Dia termasuk orang-orang yang taat .(at-Tahrim [66]: 12)
Dan (ingatlah kisah) Maryam yang trelah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasan Allah) yang besar bagi semesta alam. (al-Anbiya’ [21]:91)
Bila tiupan pada diri Maryam bisa terjadi lewat Malaikat, dan Malaikat pula yang meniupkan ruh kepada semua manusia, maka apa maksud penyebutan al-Masih dengan ruh Allah? Jika ruh semua manusia bisa terjadi dari ruh ini, lalu apa kekhususan al-Masih?
Ibnu Qayyim menerangkan, bahwa ruh yang di tiupkan kepada Maryam adalah ruh yang di kaitkan kepada Allah dan yang dikhususkan bagi-Nya. Ini merupakan ruh khusus dari berbagai macam ruh, dan bukan merupakan Malaikat yang diutus untuk meniupkan ke dalam perut wanita yang hamil , baik Kafir maupun Muslim. Sebab untuk anak-cucu Adam yang lainnya, Allah swt telah mewakilkan kepada Malaikat secara khusus untuk meniupkan ruh kepada janin, lalu ia menuliskan rizki anak itu, ajal, amal, kebahagiaan dan penderitaannya.
Sedangkan ruh yang dikirim kepada Maryam adalah ruh Allah yang sudah dipilih-Nya dari beberapa ruh yang menjadi milik-Nya. Maryam mempunyai kedudukan sebagai ayah. Tiupan yang masuk ke dalam kemaluannya bisa di serupai dengan pertemuan antara kelamin pria dan wanita, tanpa ada proses persetubuhan.
Maha Suci Allah dan Maha Agung Allah yang telah menciptakan Nabi Isa as dengan cara dan kehendak-Nya sendiri. Yang melalui ruh-Nya itu pula Allah swt memberikan sejumlah mukjizat kepadaNabiIsaas,
sebagaimana firman-Nya:
(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku, kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkanmu dengan Ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah) waktu kamu menyembukan orang yang sudah buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dalam kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakah kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang Kafir diantara merka berkata: ‘Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata“. (al-Maidah [5]:110)
4. Sejarah penciptaan anak cucu Adam
Imam al-Gazali dalam kitabnya Majmuah Rasa il al-gazali berkata, ketika Allah swt berproyeksi menciptakan manusia dan menyebarkan mereka keseantero bumi, Allah pun menciptakan mereka berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan, kemudia Dia anugrahkan hati mereka rasa cinta dan inplus-iplus ketertarikan pada lawan jenis sehingga mereka kadan tak kuasa menghindari diri dari syahwat. Yang akan mendorong mereka untuk melakukan hubungan seksual.
Rangsangan otak kemudian menggerakan organ kemaluan mereka untuk menitiskan air didalam rahim yang menjadi tempat kehidupan janin.
Gerak ereksi organ khusus seksual ini kemudian menggumpalkan saripati makanan (sperma) dari seluruh badan dan muncratlah yang berasal dari antara tulang sumsum dan tulang dada dengan gerakan khas, lalu berpindahlah air itu dari perut ke perut dengan system penetrasi. Namun, meski berpindah, air sperma tetap pada aslinya sebagai air campuran dari berbagai yang sama bagian-bagiannya.
Dari air inilah Allah menjadikan laki-laki dan perempuan setelah terjadi perubahan dari sperma menjadi gumpalan darah yang kemudian berubah menjadi segumpal daging, lalu gumpalan daging itu bertulang. Untuk kemudian Allah membungkusnya dengan daging lagi lalu menguatkannya dengan system syaraf dan urat daging dan mengayamnya dengan urat-urat darah, kemudian Dia ciptakan organ-organ tubuh lainnya dan merangkainya. Subahanallah.!
Baca lebih detail Hikma Penciptaan/kelahiran anak cucu Adam....
Untuk membicarakan proses penciptaan ini, harus terlebih dahulu mengacu pada firman Allah swt berikut ini :
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi-sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa (nafs) mereka (seraya berfirman), “ Bukankah Aku rabb kalian” mereka menjawab. “betul, (engkau adalah Rabb kami) kami menjadi saksi” (kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari ikamat kelakkamu tidak mengatakan, “ sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lalai tentang ini (ke Esaan Tuhan).” (al-A’raf[7]:172)
Banyak Ulama berpendapat atas ayat tersebut diatas bahwa : yang bersaksi itu adalah ruhnya para anak cucu Adam as, yang setelah bersaksi ruh-ruh tersebut disimpan dalam pundi-pundi yang terdapat di Arsy, itulah yang dimaksud oleh kalangan ulama sebagai alam Alastu atau alam kesaksian.
Suatu ketika Umar bin Khattab ra pernah bertanya kepada Umar ra tentang ayat “ Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi-sulbi mereka” dan Umar ra menjawab bahwa Rasululullah pernah bersabda: “Allah menciptakan Adam, kemudian mengusapkan Tangan Kanan-Nya kesulbi Adam, hingga dari sana keluar anak-anak keturunannya, sebagian diantara mereka diciptakan untuk api neraka dan melakukan amal perbuatan penghuni neraka. Sebagian mereka yang lain diciptakan untuk syurga dan melakukan amal perbuatan penghuni syurga, jika Allah menciptakan hamba untuk neraka, maka dia membuatnya melakukan perbuatan amal penghuni neraka hingga dia mati berada satu amal dari amal-amal penghuni neraka, lalu memasukkannya kedalam neraka.”
Setelah itu kita memasuki alam rahim, yang menurut Ibnu Qayyim merupakan alam yang sangat sesak,sempit, tertutup dan lebih gelap dari alam lainnya. Kehidupan di alam rahim bermula dari bertemu dan bergabungnya sel jantan atau Nutfah (sperma) lelaki dengan sel telur betina (ovum) wanita.
Dalam kurun waktu tertentu ia berkembang dan terus berkembang dari satu sel menjadi dua sel dan seterusnya hingga bermiliyaran sel yang akhirnya menjadi utuh sebagai mana sosok janin manusia.
Allah swt berfirman :
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah ia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.” (ath-Thariq[86]:57)
“Maka terangkanlah kepada-Ku tentang nuthfa (air mani) yang kamu pancarkan, kamukah yang menciptakannya atau kami yang menciptakannya?” .( Al-Waqiyah[56]:58-59).
Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (yangberasal) dari tanah, kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim), kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah. Lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan ia mahluk yang (berbentuk) lain, Maka Maka Maha Suci Allah, pencipta yang paling baik.” (al-Mu’minun[23]:12-14).
Ketika Janin memasuki usia 120 hari, maka di utuslah malaikat untuk meniupkan Ruh-Nya sebagaimana firman-Nya :
“kemudian Dia menyempurnakannya denganmeniupkan kepadanya Ruh-Nya dan dia menjadikan untuk kamu pendengaran, penglihatan dan hati. Sedikit sekali kamu bersyukur.” (as-Sajda[32]:9)
Rasulullah bersabda,
“bahwa penciptaan anak adam dengan dihimpun didalam perut ibunya selama empat puluh hari yang berupa air mani, kemudian air mani itu menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging seperti itu, kemudian Dia mengutus Malaikat kepadanya yang meniupkan ruh didalamnya, dan malaikat itu diperintahkan untuk menuliskan empat perkara : Rezkinya, ajalnya, amalanya dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya seseorang kamu tetap akan beramal dengan amalan ahli surga hinggalah diantaranya dengan jaraknya hanya sehasta saja, tiba-tiba dia telah didahului oleh takdirnya sehingga diapun beramal dengan amalan ahli neraka, maka masuklah dia kedalam neraka. Dan sesunguhnya seseorang kamu tetap beramal dengan amalan ahli neraka hingga diantaranya dengan neraka itu jaraknya hanya sehasta saja, tiba-tiba dia telah didahului oleh takdirnya sehingga diapun beramal dengan amalan ahli surge, maka masuklah dia kedalam surga” (muttafaq ‘alaihi).
Saudaraku para pembaca yang budiman ketahuilah bahwa Para ahli dari barat baru menemukan masalah pertumbuhan embrio secara bertahap pada tahun 1940 dan baru dibuktikan pada tahun 1955, tetapi dalam Al Qur’an dan Hadits yang diturunkan 15 abad lalu hal ini sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan bagi salah seorang embriolog terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan : “Saya takjub pada keakuratan ilmiah pernyataan Al Qur’an yang diturunkan pada abad ke-7 M itu”. Dokter ahli kandungan nomor satu di dunia menyebutkan, bahwa semua yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah SAW tentang proses penciptaan manusia adalah sesuai dengan yang ditemukan pada ilmu pengetahuan modern. Inilah doktor ahli kandungan nomor satu di dunia, doktor berkebangsaan Kanada, Keith Moore. Dia memiliki sebuah buku yang diterjemahkan ke dalam delapan bahasa; dipelajari di sebagian besar universitas-universitas di dunia. Dia menyampaikan pidato dengan tema "Keselarasan Ilmu Kandungan dengan Apa yang Terdapat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah" di Universitas Al-Malik Faishal. Dia berkata, "Sungguh ilmu pengetahuan ini, yang terdapat dalam Al-Qur'an, membuktikan kepada saya bahwa Al-Qur'an yang dibawa oleh Muhammad datang dari sisi Allah, sebagaimana juga membuktikan bahwa Muhammad adalah seorang rasul yang diutus oleh Allah." Dia juga berkata dalam pidatonya, "Manusia ketika pertama kali diciptakan dalam perut ibunya berbentuk segumpal darah. Kemudian setelah itu ciptaannya meningkat menjadi segumpal daging. Kemudian berubah menjadi tulang-belulang. Dan kemudian dibungkus dengan daging." Dan katanya, "Semua yang kami dapatkan dalam penelitian-penelitian kami, kami mendapatkannya tertera dalam Al-Qur'an."
Seorang doktor lain berkebangsaan Amerika, profesor dalam bidang ilmu kandungan, berkata pada muktamar yang diselenggarakan oleh Kerajaan Saudi Arabia di Riyadh, "Nash-nash Al-Qur'an memaparkan rincian yang lengkap tentang proses pertumbuhan manusia, dimulai dari tahap tetesan mani sampai pada tahap pertumbuhan menjadi tulang dan tubuh." Dan katanya, "Belum ada dalam sejarah manusia, ditemukan paparan tentang peroses pertumbuhan manusia yang gamblang seperti ini."
Sebagai bukti yang konkrit di dalam penelitian ilmu genetika (janin) bahwa selama embrio berada di dalam kandungan ada tiga selubung yang menutupinya yaitu dinding abdomen (perut) ibu, dinding uterus (rahim), dan lapisan tipis amichirionic (kegelapan di dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup/membungkus anak dalam rahim). Hal ini ternyata sangat cocok dengan apa yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Qur’an :
“…Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan (kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam rahim)…” (QS. Az Zumar (39) : 6). Baca detail pengertian dari ayat tersebut diatas
Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia mengendalikan alam semesta menurut kehendak-Nya sesuai fungsi dan peran yang spesifik. Berikut adalah proses kejadian kejadian penciptaan anak cucu Adam menurut Al-Qur’an:
Tahapan Pertama
NUTFAH
Dimulai setelah berlakunya percampuran air mani pada minggu pertama akibat hubungan intim suami istri dilakukan
” Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia daripada setitis air mani yang bercampur yang Kami (hendak mengujinya dengan perintah dan larangan), kerana itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat “ (surah al-Insan : 2)
Menurut Ibn Jurair al-Tabari, asal perkataan nutfah ialah nutf artinya air yang sedikit yang terdapat di dalam sesuatu bekas samada telaga, tabung dan sebagainya. Sementara perkataan amsyaj berasal daripada perkataan masyj yang bererti percampuran
Berasaskan kepada makna perkataan tersebut maksud ayat di atas ialah sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan manusia daripada air mani lelaki dan air mani perempuan.
Dari nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang berlainan, tingkah laku yang berbeda serta menjadikan lelaki dan perempuan. Dari nutfah lelaki akan terbentunya saraf, tulang dan fakulti , manakala dari nutfah perempuan akan terbentuknya darah dan daging. Baca lebih detail...
Tahapan Kedua
ALAQAH
Peringkat pembentukan alaqah ialah pada dipenghujung minggu pertama / hari ketujuh . Pada hari yang ketujuh telor yang sudah disenyawakan itu akan tertanam di dinding rahim (qarar makin). Setelah itu Kami mengubah nutfah menjadi alaqah.
Firman Allah :
” Kemudian Kami mengubah nutfah menjadi alaqah” (al-Mukminun : 14)
Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan alaqah dengan makna segumpal darah. Ini mungkin dibuat berasaskan pandangan mata kasar. Alaqah sebenarnya suatu benda yang amat seni yang diliputi oleh darah. Selain itu alaqah mempunyai beberapa maksud :
• sesuatu yang bergantung atau melekat
• pacat atau lintah • suatu buku atau ketulan darah
Peringkat alaqah adalah peringkat pada minggu pertama hingga minggu ketiga di dalam rahim. Baca lebih detail...
Tahapan Ketiga
MUDGHAH
Pembentukan mudghah dikatakan berlaku pada minggu keempat. Perkataan mudghah disebut sebanyak dua kali di dalam al-Quran iaitu surah al-Hajj ayat 5 dan surah al-Mukminun ayat 14
Firman Allah :
“lalu Kami ciptakan darah beku itu menjadi seketul daging” (al-Mukminun : 14)
Diperingkat ini sudah berlaku pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan anggota-anggota yang lain. Selain itu sistem pernafasan bayi sudah terbentuk.Vilus yang tertanam di dalam otot-otot ibu tumbuh pembuluh dara baru ke Jantung bayi lalu sejak itu jantung bayi mulai berdengup. Untuk perkembangan seterusnya, darah mula mengalir dengan lebih banyak lagi kesitu guna membekalkan oksigen dan makanan secukupnya. Menjelang tujuh minggu sistem pernafasan bayi mula berfungsi sendiri. Baca lebih detail...
Tahapan Keempat
IZAM DAN LAHM
Pada tahapan ini yaitu minggu kelima, keenam dan ketujuh adalah tahapan pembentukan tulang yang didahului pembentukan oto-otot. Apabila tulang belulang telah dibentuk, otot-otot akan membungkus rangka tersebut.
Firman Allah:
“Lalu Kami mengubahkan pula mudghah itu menjadi izam da kemudiannya Kami membalutkan Izam dengan daging” (al-Mukminun : 14)
Kemudian pada minggu ketujuh terbentuk pula satu sistem yang kompleks. Pada tahap ini perut dan usus , seluruh saraf, otak dan tulang belakang mulai terbentuk. Serentak dengan itu sistem pernafasan dan saluran pernafasan dari mulut ke hidung dan juga ke paru-paru mulai kelihatan. Begitu juga dengan organ pembiakan, kalenjar, hati, buah penggang, pundi air kencing dan lain-lain terbentuk dengan lebih sempurna lagi. Kaki dan tangan juga mula tumbuh. Begitu juga mata, telinga dan mulut semakin sempurna. Pada minggu kelapan semuanya telah sempurna dan lengkap. Baca lebih detail...
Tahapan Kelima
NASY’AH KHALQAN AKHAR
Pada tahapan ini yaitu menjelang minggu kedelapan, beberapa perubahan lagi terjadi. Perubahan pada tahap ini bukan lagi embrio tetapi sudah masuk ke peringkat janin. Pada bulan ketiga, semua tulang janin telah terbentuk dengan sempurnanya Kuku-kukunya pun mula tumbuh. Pada bulan keempat, pembentukan uri menjadi cukup lengkap menyebabkan baki pranatel bayi dalam kandungan hanya untuk menyempurnakan semua anggota yang sudah wujud. Walaupun perubahan tetap berlaku tetapi perubahannya hanya pada ukuran bayi saja.
Tahapan Ke Enam
NAFKHUR-RUH
Yaitu tahap peniupan ruh. Para ulama Islam menyatakan apabila ruh ditiupkan ke dalam jasad yang sedang berkembang? Maka kehidupan pun sudah dimulai sejak di alam rahim dan Ketika di alam rahim perkembangan mereka bukanlah proses perkembangan fizikal semata tetapi telah mempunyai hubungan dengan Allah s.w.t melalui ikatan kesaksian sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam al-Quran surah al-A’raf : 172. tersebut diatas
Setelah jangka waktu 9 bulan 10 hari maka lahirlah sang bayi kedunia. Inilah suatu tempat bagi ruh untuk tumbuh, berkembang dan melakukan kebaikan atau keburukan sampai akhirnya dia diwafatkan oleh Allah swt.
Komponen pembentuk manusia
Saudaraku, setelah kita mengetahui apa tujuan Allah swt menciptakan alam semesta dan menciptakan manusia, maka ada baiknya kita mengetahui unsur-unsur atau komponen pembentukan manusia sebagai langkah awal pengenalan diri. Secara umum dan sebagian besar cendikia Muslim serta para ulama berpendapat, bahwa manusia itu terdiri dari ruh ( yang bersifat halus) dan jasad/tubuh (bersifat kasar).
Dengan tubuhnya, maka manusia dapat bergerak dan merasakan segala sesuatu. Dan dengan ruhnya, manusia dapat menemukan, mengingat, berpikir, mengetahui, berkehendak, memilih, mencintai, memebenci, dan sebagainya. Pendapat ini di dukung oleh jumhur ulama, diantaranya Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabny7a Roh (ar-Ruh Li Ibni Qayyim).
Namun imam ghazali dan beberapa ulama lainnya berpendapat bahwa komponen pembentuk manusia itu sesungguhnya terdiri atas 3 (tiga) unsur dasar, yaitu: jasad (fisik), nafs (psikis), dan ruh (spiritual), yang masing-masing sisi menampilkan karakteristiknya masing-masing. Dalam pembahasan dibawah ini al-Fakir akan menuliskan kedua pendapat ulama tersebut dengan alasan mereka masing-masing.
Sedangkan al-Qur’an menggunakan istilah yang beragam ketika harus menjelaskan makhluk yang bernama manusia ini, di antaranya dengan menggunakan istilah: al-basyar, al-ins, al-insan, al-unas, an-nas, bani-adam, nafs, al-‘alq, al-qalb, ar-ruh dan al-fitrah. Dari keseluruhan istilah tersebut, DR. Baharuddin kemudian menyimpulkan bahwa manusia memiliki 3 (aspek) pembentuk totalitas dirinya yang secara tegas dapat di bedakan, namun secara pasti tidak dapat di pisahkan.
Ketiga aspek itu adalah pertama, aspek jismiah (fisik,biologi), yaitu seluruh organ fisik –biologis, sistem syaraf, kelenjar, sel manusia yang terbentuk dari unsur material. Kedua, aspek nafsiah (psikis,psikologis) yaitu keseluruhan kualitas kemanusiaan tanpa pikiran, perasaan, kemauan, yang muncul dari dimensi an-nafs, al-‘alq dan al-qalb, dan ketiga aspek ruhaniah (spiritual) yaitu potensi luhur batin manusia yang bersumber pada dimensi ar-ruh dan al-fitra.
Saudaraku mari kita lihat lebih lanjut bahasan ketiga aspek tadi menurut DR. Burhanuddin. Beliau berkata, bahwa yang di maksud dengan aspek jismiah adalah orang fisik dan biologis manusia dengan segala perangkatnya. Ia memiliki beberapa karakteristik, di antaranya: memiliki bentuk, rupa, kuantitas, berkadar, bergerak, diam, tumbuh, kembang, serta berjasad yang terdiri dari beberapa organ, dan bersifat material yang substansi sebenarnya adalah mati. Ia menjadi hidup karena substansi lain yang menghidupkannya yaitu an-nafs dan ar-ruh. Kedua hal inilah yang membuat jasad menjadi hidup, bergerak tumbuh, dan berkembang.
Aspek jismiah ini mepunyai dua sifat dasar. Pertama berbentuk konkrit, berupa tubuh lahirlah yang tampak oleh mata. Kedua, berbentuk abstrak, yaitu nyawa halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek inilah yang kelak berinteraksi dengan apek nafsiah dan ruhaniah manusia. Daya hidup ini timbul bersamaan dengan adanya pertemuan sel-sel benih pria dan wanita. Hasil pertemuan sperma dan ovum itu sesungguhnya ‘hidup’,karena keduanya dapat tumbuh dan berkembang yang kelak akan menjadi cikal-bakal manusia (embrio). Sesuatu yang di dalamnya ada daya hidup (nyawa).
Nyawa, terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan hewan. Beda keduanya dengan manusia, adalah ruh ditambahkan oleh Allah pada diri manusia. Allah swt berfirman :
Dan telah Kutiupkan ke dalam ruh (ciptaan)Ku. (al-Hijr [15]: 29)
Jadi jika manusia hanya memiliki nyawa saja tanpa ruh, ia akan terbatasi hanya pada aktivitas hewani saja seperti makan, berhubungan seks dan lain-lain.
Jadi, harus dibedakan antara daya hidup (nyawa) dengan ar-ruh. Daya hidup itu sudah ada sejak adanya sel-sel kelamin, sedangkan ar-ruh ada setelah embrio berusia empat bulan dalam kandungan. Hal ini dapat di lihat dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda,
“sesungguhnya setiap kamu diciptakan dalam perut ibumu selama empat puluh hari dalam bentuk nutfah, lalu empat puluh hari lagi menjadi ‘alaqah, dan empat pulu hari lagi menjadi mudghah. Kemudian Allah menyuruh malaikat untuk menulis empat perkara, yaitu amal, rizki, ajal serta celaka baginya, kemudian di tiupkan ar-ruh kepadanya.” (HR. Bukhari)
Al-Qur’an menjelaskan beberapa fungsi dari aspek jismiah yang dapat membantu cara bekerjanya aspek psikis lainnya, di antaranya adalah:
1. Kulit (al-jild) sebagai alat peraba (al-ams). (al-An’am [6]: 7)
2. Hidung (al-anf) sebagai alat penciuman (asy-syumm). (Yusuf [12]: 94)
3. Telinga (al-udzun) sebagai alat pendengaran (as-sam). (al-isra’ [17]: 36, al-Mu’minum [23]: 78)
4. Mata (al-‘ain) berguna sebagai pengelihatan (al-abshar). (al-A’raf [7]: 185, Yunus [10]: 101)
5. Lidah (al-lisan) dan kedua bibir (asy-syafatain) serta mulut (al-famm) berguna untuk memperoleh dan menyebarkan informasi dan ilmu pengetahuan. (al-Balad [90]: 9-10, al-Fath [48]: 11).
Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas khas kemanusiaan, berupa pikiran,
perasaan, kemauan, dan kebebasan. Aspek ini merupakan perjumpaan antara aspek jismiah dengan aspek ruhaniah, ia berusaha untuk mewadahi kepentingan dua aspek berbeda itu. Aspek nafsiah ini memiliki tiga dimensi utama, yaitu dimensi an-nafs, al-‘aql, dan al-qalb yang akan berfungsi sebagai sarana bagi aspek nafsiah untuk mewujudkan peran dan fungsinya.
Aspek ruhaniah merupakan aspek psikis manusia yang bersifat spiritual dan transendental. Bersifat spiritual karena merupakan potensi luhur batin manusia, dan merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Sifat spiritual ini muncul dari dimensi ar-ruh. Bersifat transendental dengan Yang Maha Transenden, yaitu Allah. Fungsi ini muncul dari dimensi al-fitrah. Oleh karena itu aspek ruhaniah dikatakan memiliki dua dimensi psikis, yaitu dimensi ar-ruh dan dimensi al-fitrah.
Aspek jismiah
Saudaraku, jasad adalah komponen pembentuk manusia yang paling kasar dan kasat mata. Karena dia berbentuk fisik konkrit. Dalam bukunya Mi’raj as-salikin, Imam al-Ghazali menguraikan bahwa eksistensi manusia terdiri dari an-nafs, ar-ruh dan al-jism. Al-jism menurut beliau adalah bagian yang tidak sempurna dari komposisi struktur manusia, karena ia terdiri dari beberapa unsur materi yang bisa rusak. Karenanya ia tidak bersifat kekal dan juga tidak memiliki daya, ia hanya mempunyai mabda’ tabi’iy (prinsip alami). Yang tunduk pada kekuatan-kekuatan di luar dirinya.
Unsur asal dari jasad manusia adalah bumi, di mana setelah ajal tiba akan kembali lagi ke bumi. Perhatikan firman-Nya :
Dan Allah menurunkan kamu dari bumi dengan sebaik-baiknya. (Nuh [71]: 17)
Daripadanya (tanah) kami menciptakan kamu dan kepadanya kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya kami akan mengeluarkan (membangkitkan) kamu pada kali yang lain.(Thaha [20]: 55)
Di atas telah disinggung bahwa jasad kita terdiri dari bermiliar-miliar sel, yang awalnya bermula dari satu sel saja yaitu setelah syahwat yang satu dengan yang lainnya saling bertemu. Dari hasil perjumpaan syahwat tadi keluarlah sel jantan atau nutfah (sperma) lelaki yang kemudian bergabung dengan sel telur betina (ovum) wanita dalam kurun waktu tertentu, ia berkembang dan terus berkembang dari satu sel menjadi dua sel dan seterusnya hingga bermiliar-miliar yang akhirnya menjadi utuh sebagaimana sosok manusia. Kalau kita menggunakan akal kita untuk menelaah pertumbuhan sel tersebut maka niscaya kita tak akan pernah sampai pada suatu kesimpulan. Sebab jika diperhatikan kenapa pada pertumbuhannya sel-sel tersebut ada yang menjadi kulit, rambut atau tulang.
saudaraku, sesungguhnya nutfah tadilah merupakan jawabnya, sebab ia merupakan tempat munculnya semua rahasia penampakan kerja Ilahi. Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat dalam Al-Qur’an:
Binasalah manusia: alangkah amat sangat kekafirannya? Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani Allah menciptakannya lalu menentukannya. (‘Abasa [80]: 17-19)
Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang kami hendak mengujinya, karena itu kami jadikan ia mendengar dan melihat.(al-Insan [76]: 2)
Setelah terjadi pembuahan antara sel sperma laki-laki dengan indung telur milik wanita, mulailah proses pertama pembentukan janin. Allah-lah yang menentukan lelaki atau perempuan. Saat itu pula dimulailah proses pembentukan jasad. Untuk lebih jelasnya, maka Al-Qur’an secara sempurna telah mendeskripsikan proses pembentukan jasad tersebut dalam ayat-ayatnya berikut ini:
Dia-lah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada sembahan yang hak selain Dia. Dia Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana. (Ali ‘imran [3]:6)
Sesungguhnya hanya pada sisi Allah-lah pengetahuan tentang Hari Kiamat. Dia menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Tiada seorangpun pula mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Luqman [31]: 34)
Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasang-pasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. (Fathir [35]:11)
Karena sifat kebumiannya itu, maka ketika ruh itu ditiupkan kedalam jasad, timbullah apa yang disebut dengan hawa nafsu dan syahwat. Dengan kendaraan hawa nafsu dan syahwat inilah manusia dapat hidup di dunia. Perbedaan antara hawa nafsu dan syahwat adalah, hawa nafsu bersifat batiniah, contohnya sombong, marah, benci, keluh kesah dan lain-lain. Sedangkan syahwat lebih bersifat lahiriah, contohnya kecintaan kepada lawan jenis, kepada anak atau harta.
Allah swt berfirman:
Dijadikan indah bagi manusia mencintai bermacam-macam yang diingini, (diantaranya) kepada perempuan-perempuan, anak-anak, harta yang berlimpah-limpah dari jenis emas, perak, kuda yang bagus, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan pada sisi Allah ada sebaik-baik tempat kembali (Surga). (Ali ‘Imran [3]: 14)
Jadi bila tidak ada hawa nafsu dan syahwat di dalam diri kita, maka kita tidak dapat hidup didunia ini. Sebab apalah artinya hidup tanpa adanya kemauan untuk bekerja, menikah dan lain-lain. Oleh karena itu kita tidak diperbolehkan untuk mematikan hawa nafsu dan syahwat, tetapi keduanya harus dapat dikendalikan oleh nafs. Ingat bahwa nafs terbagi atas 3 macam, maka bawalah hawa nafsu dan syahwat ke dalam penguasaan nafs yang mutma’innah.
Sebab setiap penguasaan hawa nafsu dan syahwat yang berlebihan menyebabkan kita tersesat dari jalan Allah swt sebagaimana firman-Nya:
...maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapatkan azab yang berat, karena mereka melupakan Hari Perhitungan. (Shad [38]: 26)
Aspek nafsiah
DR. Baharuddin berkata, bahwa aspek nafsiah adalah keseluruhan daya psikis khas kemanusiaan, berupa pikiran, perasaan, kemauan, dan kebebasan. Oleh karena itu motivasi nafsiah adalah motivasi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat psikologis, seperti: rasa aman, seksual, penghargaan diri, rasa ingin tahu, rasa memiliki, rasa cinta, dan lain-lain.
Dalam berbagai literatur acap kita temui ada sebagian ulama yang berpendapat, bahwa istilah an-nafs merupakan bagian dari ruh, tetapi ada pula yang mengatakan istilah itu berdiri sendiri dan terpisah dari pengertian ruh. Dalam menjelaskan makna an-nafs, Ibnu Manzur mengatakan, bahwa kata an-nafs mengandung dua pengertian; pertama nafas atau nyawa. Kedua bermakna, diri atau hakikat dirinya.
Sedangkan Ibnu Abdul al-Bar mengatakan, an-nafs bermakna ruh dan bisa juga bermakna sesuatu yang membedakannya dari yang lain. Dan Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, dalam setiap diri manusia terdapat dua unsur nafs, yaitu nafs ‘aqliyah yang bisa membedakan sesuatu,dan nafs ruhiyah yang menjadi unsur kehidupan.
Ibnu Qayyim berpendapat bahwa jiwa (nafs) merupakan bagian dari ruh. Menurut beliau ruh disebut ruh karena dengan ruh itu ada kehidupan badan, seperti halnya rih (angin) yang mendatangkan kehidupan. Tetapi ruh dapat disebut ‘an-Nafs’, karena ia termasuk an-nafs (sesuatu yang berharga), karena nilai dan kemuliaannya, atau boleh jadi ia termasuk tannafus (hembusan nafas). Dan karena banyaknya nafas itu berhembus keluar masuk maka ia disebut ‘nafas’. Jadi, perbedaan antara ruh dengan jiwa (nafs) merupakan perbedaan dalam sifat dan bukan dalam dzat.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, kata ‘an-nafs’ lebih banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dengan pengertian dzat, sebagaimana firman-Nya:
Maka apabila kalian memasuki rumah-rumah ini, hendaklah kalian memberi salam kepada diri kalian sendiri. (an-Nur [24]: 61)
(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri.(an-Nahl [16]: 111)
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. (al-Muddatstsir [74]: 38)
Sedangkan khusus untuk ruh Bani Adam, Al-Qur’an tidak menyebutkannya secara khusus, melainkan dengan menggunakan kata ‘jiwa’, seperti firman-Nya:
Wahai jiwa yang tenang. (al-Fajr [89]: 27)
Keluarlah jiwa kalian.(al-An’am [6]: 93)
Dan mencegah jiwa dari hawa nafsu.(an- Nazi’at [79]:40)
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.(Ali’ Imran [3]:185)
Sedangkan Imam al-Ghazali berpendapat bahwa ruh dan nafs (jiwa) itu berbeda. Beliau mendasarkan bahwasanya Al-Qur’an membahasakan jiwa dengan ‘an-nafs’ (jamaknya adalah ‘anfus’ atau ‘nufus’). Dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai jiwa atau diri. Nafs inilah sesungguhnya yang merupakan hakikat dari manusia, sebagaimana yang diungkapkan oleh Rasulullah saw, “Man ‘arafa nafshu faqad ‘arafa rabbahu.” (barang siapa mengenal nafs-nya maka ia akan mengenal Tuhannya).
Untuk itulah manusia senantiasa dituntut memelihara kesucian nafs-nya dan tidak boleh sekali-kali mengotorinya, sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan dirinya (nafs) dan merugilah orang yang mengotorinya. (asy-Syams [91]: 9-10)
Dalam filsafat Islam, an-nafs diartikan sebagai jiwa. Pengertian ini akibat pengaruh langsung dari pemikiran Aristoteles yang mengatakan, bahwa jiwa (the soul) dibagi menjadi dua bagian, yaitu jiwa irrasional dan jiwa rasional. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Ibnu Sina, yang menyatakan, bahwa jiwa manusia terbagi tiga, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan (an-nafs an-nabatiyah), jiwa binatang (an-nafs al-hayawaniyah), dan jiwa manusia (an-nafs an-insaniyah).
Sedangkan para sufi menggambarkan jiwa secara kedudukan atau posisi. Bagi mereka, an-nafs adalah dimensi manusia yang berada diantara ruh dan jism. Ruh membawa cahaya (nur) dan jisim membawa kegelapan (zhulm). Perjuangan spiritual (mujahadah) dilakukan untuk mengangkat jiwa menuju ruh dan melawan berbagai kecenderungan jism yang rendah. Jadi, tasawuf memahami hubungan psikis manusia dengan hubungan konflik. Konflik antara ruh dengan jisim. Di antara konflik itulah muncul an-nafs.
Al-Qur’an menggunakan kata an-nafs dalam berbagai bentuk dan makna. Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa an-nafs dalam konteks pembicaraan tentang manusia selalu menunjuk kepada sisi dalam diri manusia, sedikitnya ada 4 (empat) pengertian yang dapat kita jumpai. Pertama, bahwa an-nafs berhubungan dengan nafsu; kedua, an-nafs berhubungan dengan nafas dan kehidupan; ketiga an-nafs berhubungan dengan jiwa; dan keempat an-nafs berhubungan dengan diri manusia.
Dalam pengertian nafsu, dapat kita lihat dalam ayat berikut
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (Yusuf [12]: 53)
Dalam pengertian nafas atau kehidupan nyawa, dapat kita jumpai pada ayat:
tiap-tiap yang bernafas atau bernyawa pasti akn merasakan mati......... (Ali ‘Imran [3]:185)
Tentang makna an-nafs dalam ayat tersebut, sayyid quthb mengatakan bahwa ayat ini berkaitan dengan nafs yang mengalami hidup dan mati. Sedangkan ar-Razi menjelaskan bahwa kematian hanya berhubungan dengan tubuh, karena jiwa tidak mengalami kematian, dan oleh karena itu pengertian an-nafs dalam ayat tersebut berkaitan dengan tubuh.
DR.Baharuddin menyimpulkan bahwa pengertian an-nafs dalam ayat tersebut adalah nafas kehidupan. Jadi pengertian ayat tersebut adalah “setiap yang bernafas atau yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Bukan dalam pengertian jiwa, karena jiwa tak akan mengalami mati, jiwa itu abadi.” Pendapat semacam ini merupakan pendapat yang didukung oleh Ibnu Sina dan al-Kindi.
Contoh pendukung dari pendapat ini adalah dengan menyimak bagaimana proses maut itu terjadi sebagaimana yang terdapat dalam ayat berikut:
...alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang zhalim berada dalam sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “keluarlah nafs (nyawa)-mu...” (al-An’am [6]: 93)
Dalam ayat di atas dijelaskan al-maut adalah proses pengeluaran nafs dari badan. Maka badan yang telah ditinggalkan oleh nafs disebut dengan mayat (bangkai). Sedangkan nafs yang keluar itu, tidak ikut disebut dengan mayat, karena nafs memang tidak mati, tetapi hanya keluar dari badan. Agar lebih jelas dalam memahami bahwa an-nafs hidup, mari kita lihat dalam ayat berikut:
Allah memegang jiwa orang ketika matinya dan memegang jiwa (orang) ketika tidurnya. Maka Dia tahanlah jiwa orang yang telah ditetapkan kematiannya. Dan Dia melepaskan yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang berpikir. (az-Zumar [39]: 42)
Ayat diatas dengan jelas menerangkan, an-nafs dipegang Allah pada saat manusia keadaan mati dan tidur. Hanya saja pada waktu tidur an-nafs dikembalikan pada tubuhnya saat orang itu terbangun. Ini berarti, ketika tidur nafs tidak berkaitan langsung dengan badan, nafs hanya mengalami proses keluar, dan proses keluar itulah disebut dengan al-maut. an-nafs dalam pengertian jiwa dapat dilihat dalam ayat berikut:
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas, maka masuklah kedalam jama’ah hamba-hamba-Ku dan masuklah kedalam surga-Ku.(al-Fajr [89]: 27-30)
Zamakhsyari menyatakan bahwa nafs dalam ayat itu diartikan dengan jiwa atau ruh yang telah dimasukkan ke dalam diri hamba-hamba Allah. Oleh karena itu jelaslah bahwa an-nafs dalam ayat tersebut berarti jiwa atau ruh manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah.
Sedangkan an-nafs dalam pengertian pribadi dapat dilihat dalam ayat berikut:
Katakanlah: “Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidak ada seorang pun yang telah berbuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri, dan seseorang yang tidak berdosa tidak akan memukul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhan mulah kamu akan kembali, dan akan diberitahukannya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.” (al-An’nam [6]: 146)
Aspek ruhaniah
Saudaraku, aspek ruhaniah ini memiliki dua dimensi psikis, yaitu dimensi ar-ruh dan dimensi al-fitrah. Keduanya, sebelum menjadi dimensi psikis manusia, berasal dari dan merupakan milik Allah. Dimensi ar-ruh membawa sifat-sifat dan daya-daya yang dimiliki oleh sumbernya, yaitu Allah, yang kelak akan memberikan potensi secara internal di dalam dirinya untuk menjadi khalifah Allah atau wakil Allah. Khalifah Allah artinya, mewujudkan sifat-sifat Allah secara nyata dalam kehidupannya di bumi untuk mengelola dan memanfaatkan bumi Allah.
Jadi ruh memiliki hubungan kepemilikan dan asal dengan Allah. Hubungan kepemilikan dan asal tersebut mengisyaratkan bahwa ar-ruh merupakan dimensi jiwa manusia yang bernuansa illahiyah dan mendorong manusia untuk mewujudkan sifat Tuhan itu dalam kehidupannya di dunia. Di sinilah sesungguhnya fungsinya sebagai khalifah dapat teraktualisasikan.
Didalam ayat Al-Qur’an istilah ar-ruh mempunyai beraneka makna. Ada yang bermakna pertolongan atau rahmat Allah, sebagaimana dalam ayat berikut:
Hai anakku, pergilah kamu carilah Yusuf dan saudaranya dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah (ruh Allah). Sesungguhnya berputus asa dari rahmat Allah (ruh Allah) kecuali orang-orang kafir. (yusuf [12]: 87)
Ada pula yang bermakna Jibril sebagaimana dalam ayat berikut:
Dan sesungguhnya kami telah mendatangkan al-kitab (Taurat) kepada Musa dan kami telah menyusulnya dengan rasul-rasul dan telah kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada isa putera Maryam dan kami memperkuatnya dengan ruh al-qudus... (al-baqarah [2]: 87)
Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi slah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan. (asy-Syu’ara [26]: 192-194)
Ada pula ayat yang menggunakan kata ar-ruh dihubungkan dengan aspek atau dimensi psikis manusia, misalnya dengan menjelaskan bahwa Allah meniupkan ruh-Nya kedalam jiwa dan jasad manusia, sebagaimana ayat berikut:
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kepadanya ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.(al-Hijr [15]: 29)
Ada ayat yang menghubungkan kata ar-ruh dengan Allah, dimana ruh Allah itu disiptakan kepada manusia melalui proses an-nafakh (tiupan atau hembusan), sebagaimana ayat berikut:
Kemudian Dia menyempurnakan dan menipkan ke dalamnya Ruh-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (as-sajdah [32]: 9)
Imam al-Ghazali mengatakan, bahwa proses penciptaan nafs ke dalam nutfah disebut nafkah. Dari sisi Allah, an-nafakh harus diartikan sebagai al-jud al-ilahi (kemurahan Allah) yang memberikan wujud kepada sesuatu yang menerima wujud. Sedangkan dari sisi nutfah, maka an-nafakh bermakna kesmpurnaan kondisi untuk menerima, sehingga an-nafs tercipta pada an-nafakh itu oleh Allah tanpa terjadi suatu perubahan pada diri Allah.
Jadi menurut imam al-Ghazali , ruh merupakan dimensi atau aspek nafs diciptakan Allah melalui proses an-nafakh yang khusus untuk manusia. Berbeda dengan an-nafs, sebab nafs telah ada sejak nutfah dalam proses konsepsi, sedangkan ruh baru diciptakan setelah nutfah mencapai kondisi sempurna (istiwa).
Kalangan tasawuf menggolongkan ada 3 (tiga) jenis kata yang menggunakan kata “ruh” di dalam Al-Qur’an, yaitu:
Pertama, kata ruh ‘al-Amin’ yang menunjuk kepada pengertian Malaikat Jibril sebagaimana firman-Nya surah asy-Syu’ara [26] ayat 192-194.
Kedua, kata ‘nafakh ruh’ yaitu ruh yang ditiupkan kedalam jasad manusia ketika janin masih berumur 4 (empat) bulan, yang akan berfungsi sebagai energi untuk nafs (jiwa) dan sebagai nyawa bagi jasad. Hal ini dapat dilihat dalam surat as-sajdah [32] ayat 9 di atas.
Ketiga, kata ‘Ruh al-Qudus’ yang sesungguhnya menerangkan perkembangan dari Nafakh Ruh, dimana Allah swt men-tajjali (merealitas) dalam diri manusia. Hal ini dapat dilihat dalam firman-Nya:
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari diri mereka sendiri (Ruh al-Qudus) yang membacakan kepada mereka Al-kitab dan Al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Ali’ Imran [3]: 164)
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kamu sendiri (Ruh al-Qudus), berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihanlagi maha penyayang terhadap al-mukminin. (at-Taubah [9]: 128)
Dan sungguh kami telah mendatangkan Al-kitab (Taurat) kepada Musa, dan kami susulkan sesudahnya dengan rasul-rasul dan Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putera Maryam, dan kami memperkuatnya dengan Ruh al-Qudus.. (al-Baqarah Baqarah [2]: 87)
Bersambung